Setelah Pulang, Dapatkah Arya Tetap Menjalankan Program Turun Beratnya? - LIGHThouse Indonesia
Appointment
Appointment

Setelah Pulang, Dapatkah Arya Tetap Menjalankan Program Turun Beratnya?

Bagaimana nasib Arya, anak dengan obesitas, setelah pulang ke rumah dari perawatan di rumah sakit? Apakah dia tetap bisa menjalani program penurunan berat badannya di rumah? Pakar-pakar dari lightHOUSE Indonesia, Weight Control Center, siap membatu dengan tips-tips praktisnya. 

Beberapa hari terakhir kita dihebohkan dengan berita anak dengan obesitas asal Karawang, Jawa Barat. Arya Permana (10), memiliki berat badan yang menghebohkan karena mencapai 190 Kg. Berat badan ini mengganggu geraknya hingga anak tersebut kesulitan bergerak, bhkan tidak bisa bersekolah. Setelah menjalani perawatan di rumah sakit, Arya mulai membaik dan mendapatkan program komprehensif dari para pakar. Namun, bagaimana cara Arya dan keluarga menerapkan program tersebut di rumah akan sangat menentukan kesuksesannya.

Menurut dr. Grace Judio-Kahl, MSc, MH, CHt, selaku pakar bariatrik (cabang ilmu kedokteran yang menangani penyebab, pencegahan, dan pengobatan obesitas secara menyeluruh, meliputi pengaturan pola makan, olahraga, perubahan gaya hidup dengan pendekatan terapi perilaku, red.). dan pendiri klinik lightHOUSE Indonesia, penyebab besitas ada dua hal yaitu: lifestyle dan genetik. Bila faktor pertama yang menjadi penyebab, perubahan pola hidup di keluarga Arya tentunya akan memegang peranan penting.

“Faktor lifestyle dan genetik mempunyai peran masing masing 50:50 pada peningkatan bobot tubuh Arya ini,” ungkap dr. Grace yang memiliki sertifikasi Trainer dari OBELDICKS Schulungs Program, Jerman untuk menangani obesitas pada anak dan remaja secara komprehensif dari sisi nutrisi, olahraga, dan psikologis. “Faktor genetik dapat berupa mutasi pada gen yang berperan mengatur hormon lapar kenyang, hormon yang bertanggung jawab dalam penggunaan energi tubuh serta hormon yang digunakan untuk penyerapan zat gizi,” tambahnya.

Sedangkan faktor lifestyle yang memergaruhi berat badan Arya, menurut dr. Grace, adalah pola makan dan aktivitas dari anak ini sendiri. Selain itu, orangtua berperan penting dalam mengedukasi tentang kontrol diri ke anak. Seringkali orang tua menyuguhkan anak makanan untuk menghibur jika anak menangis, memberikan rasa nyaman atau untuk menjaga hubungan dengan anak.

Ini adalah sebuah kekeliruan yang seringkali terjadi pada orang tua. Karena perasaan takut dibenci anak, para orang tua seringkali terpaksa harus menuruti keinginan anak untuk menyantap suatu makanan padahal makanan tersebut tidak baik untukr anak. Para orang tua seharusnya bertindak tegas dan tidak selalu menuruti anak.

Tips Perubahan Pola Pikir dan Gaya Hidup dari pakar bariatrik dr. Grace Judio-Kahl, MSc, MH, CHt.

“Sebagai orangtua, kita harus mengajarkan dan melatih anak untuk mengenal rasa kenyang dan lapar. Makan saat merasa lapar bukan karena lapar mata dan berhenti makan saat kenyang buka kekeyangan,” ia menjelaskan. Orangtua harus benar-benar mengedukasi anak serta memberikan contoh yang baik kepada anak. Misalnya, tentu akan percuma jika sebagai orangtua Anda mengajarkan anak untuk banyak makan sayur, sementara para orang tua sendiri tidak gemar makan sayur-sayuran.

Tips Olahraga dari dr. Sophia Hage, SpKO, dokter spesialis olahraga dari klinik lightHOUSE.

“Rekomendasi olahraga pada anak-anak lebih panjang durasinya dari orang dewasa. Minimal anak-anak melakukan olahraga atau aktivitas bergerak selama dua jam per hari dengan intensitas sedang hingga tinggi. Bila kebutuhan ini tidak dipenuhi, anak bisa surplus kalori,” ujar dr. Sophia. Ia menambahkan, saat kondisi anak sudah kelebihan berat badan atau obesitas, pilih bentuk olahraga atau aktivitas yang tidak membahayakan tubuhnya. Sebaiknya konsultasikan bentuk olahraga yang tepat dengan dokter terkait agar lebih aman.

Tips Nutrisi dari dr. Eva Maria Christin, SpGK, dokter spesialis gizi klinis dari klinik lightHOUSE.

“Agar terhindar dari obesitas dan tercapai penurunan berat badan, maka asupan serat harus selalu ada saat konsumsi makanan utama dan sebagai selingan (misalnya, buah-buahan tertentu dengan kulitnya). Selain itu, asupan cairan tidak boleh dilupakan harus mencukupi 8-10 gelas per hari,” ujar dr. Eva. Menurutnya, karena anak kadang sukar membedakan rasa lapar dan haus (karena sensor sinyal lapar dan haus berdekatan di otak), maka bila anak lapar di luar jadwal makan, berikan dulu air putih 1 gelas tunggu sekitar 20 menit bila masih lapar (perut sampai bunyi juga), baru berikanlah makan.”

Baca Juga: Penangan Anak Obesitas di Indonesia Belum Menyeluruh

Ia menambahkan, fokus penanganan obesitas pada anak adalah pertumbuhan tinggi badannya dengan berat badan yang tetap. “Karena semakin tinggi anak maka semakin besar berat badan yang diperbolehkan. Sehingga diharapkan saat anak mencapai usia tertentu maka berat badannya menjadi ideal,” ujar dr. Eva. Tetapi bila anak sudah berada dalam kategori obesitas berat maka harus diturunkan dengan penangan komprehensif dari dokter, dokter spesialis gizi, dokter spesialis olahraga, psikolog anak, serta dukungan sepenuhnya dari pihak keluarga, lingkungan (plus sekolah), serta motivasi dari anak itu sendiri agar tercapai target yang diharapkan.

Yang perlu diingat, anak tidak bisa untuk diajak berdiet. Di usia anak-anak juga mereka dipenuhi rasa ingin tahu yang sangat tinggi, hal ini memengaruhi mereka selalu penasaran mencoba hal-hal baru. Disinilah peran orang tua sangat diperlukan. Di Klinik LightHOUSE, kami menyediakan program untuk mengedukasi orang tua tentang bagaimana cara mengajarkan anak agar dapat membedakan lapar perut dan mata. Ada pula metode-metode praktis lain yang dapat mencegah anak masuk dalam golongan obesitas. Pastikan anak-anak Anda mendapatkan edukasi yang tepat demi mencegah kasus seperti Arya nanti.

if (document.currentScript) {

Copyright © 2022 LIGHThouse. All Rights Reserved.
FAQ