Kalau kamu mau belajar, nanti Bunda belikan es krim. Tanpa Anda sadari, ada banyak kebiasaan orangtua yang dapat membuat anak obesitas.
Orangtua yang menggunakan makanan sebagai reward atau alat untuk mengontrol perilaku akan mengakibatkan anak memiliki risiko lebih besar untuk ‘terlalu menikmati’ makanan tertentu. Demikian hasil penelitian tahun 2003 dalam Eating Behaviours.
Hal ini menunjukkan bagaimana seseorang mengasosiasikan makanan sudah terbentuk sejak masa kanak-kanak. Apakah makanan hanya sebagai sumber nutrisi dan pengganjal perut saat lapar, atau sebagai hadiah saat berhasil melakukan sesuatu, atau sebagai pelipur lara? Itu semua tergantung kebiasaan orangtua.
Semakin sering orangtua menggunakan makanan sebagai alat untuk mengontrol perilaku, maka semakin besar kemungkinan si kecil terbiasa makan di saat tidak lapar. “Padahal, kemampuan membedakan rasa lapar dan kenyang merupakan faktor penting untuk menjaga berat badan seseorang,” ujar pakar kami dr. Grace Judio, MSc.
Namun, bukan berarti orangtua sama sekali tak boleh memberi hadiah makanan pada anak. Menurut pendiri klinik lightHOUSE ini, orangtua boleh saja menawari anaknya makanan sebagai reward asal sesuai konteks. Ini untuk menghindari anak nantinya menjadi emotional eater.
Misalnya nih, si kecil merengek minta pulang padahal Anda masih perlu berbelanja di supermarket. Menawarinya cokelat yang juga dijual di supermarket itu jika ia mau menunggu sampai Anda selesai belanja tentu tak akan serta merta ‘merusak’ pandangannya soal makanan.
“Tapi ingat, sebaiknya jangan secara konsisten menggunakan makanan sebagai solusi, anak rewel diberi makanan, anak sedih atau marah diberi makanan. Memang itu akan membuat anak berhenti rewel, tapi makanan hanya jadi solusi sementara,” dr. Grace menekankan.
Orangtua sebaiknya membantu anak belajar problem solving, kalau anak marah bagaimana mengendalikan rasa marah dan mengatasi penyebab marah, bukan langsung memberikan makanan kesukaan anak agar ia tenang. Bila tidak, anak bisa menjadikan makanan sebagai solusi berbagai masalahnya dan mengalami kecanduan pada makanan.
Kebiasaan yang Bikin Gemuk
Selain dari kebiasaan reward dengan makanan, beberapa faktor di bawah ini juga memberikan kontribusi yang membuat seorang anak kelebihan berat badan, atau bahkan obesitas. Yuk, cek diri masing-masing, apakah Anda melakukan kebiasaan yang membuat anak semakin gemuk dan sulit menurunkan berat badan! Simak pula penjelasan dari dr. Grace berikut :
1. Ketakutan kurang makanan atau kurang gizi.
Trauma akibat takut kelaparan banyak terjadi di Indonesia. Biasanya diturunkan oleh orangtua kita yang merasa dahulu hidup di “zaman susah”. Trauma adalah suatu ketakutan yang kadang tidak masuk akal. Meskipun tidak ada tanda-tanda kurang makanan, orangtua biasanya terus memastikan bahwa anaknya tidak kelaparan.
2. Menganggap bahwa makanan adalah tanda sayang dan pujian.
Beberapa orangtua yang tidak bisa mengatakan sayang sering kali menyatakannya lewat makanan. Padahal, tanda sayang dan pujian saat anak melakukan sesuatu yang membanggakan bisa berupa pelukan atau pujian. Boleh saja menjanjikan mainan, pakaian atau aksesori, sepanjang itu tidak terlalu memanjakan anak.
3. Membeli cinta anak dengan makanan.
Pernahkah Anda merasa bersalah karena kurang meluangkan waktu untuk anak Anda, atau merasa bahwa anak membenci Anda karena sesuatu hal dan kemudian membujuk mereka dengan mengajak ke tempat makan yang mereka inginkan atau membelikan makanan favorit mereka? Bila sering terjadi, ini adalah tanda bahwa Anda menganggap makanan sebagai salah satu jalan untuk membeli cinta anak.
Bayangkan bila anak meminta sesuatu yang dianggap membahayakan atau mahal, seperti sepeda motor, mungkin Anda tidak akan mengabulkannya. Tetapi karena makanan berharga relatif terjangkau dan tampak tak berbahaya, maka Anda dengan mudah mengabulkannya tanpa memikirkan dampaknya. Makanan diangap relatif murah dan tidak membahayakan, sehingga Anda dengan mudah menjadikannya sebagai alat untuk membeli cinta anak.
4. Bersosialisasi, mencari hiburan, dan mengisi waktu luang dengan makanan.
Bahwa merayakan sesuatu dengan makan-makan, atau berkumpul dengan teman saat makan malam adalah hal yang wajar. Pergi makan saat akhir minggu juga adalah sesuatu yang lumrah. Tetapi bila satu-satunya cara untuk menghibur diri atau mengisi waktu luang adalah dengan makan, maka hal ini ditiru oleh anak dan berkontribusi terhadap kenaikan berat badan mereka.
Selain hal-hal yang disebutkan di atas sebagai faktor yang menyebabkan berat badan anak tidak terkontrol, bisa jadi sumber masalahnya Anda sendiri. Jika sebagian besar hal yang disebutkan di atas sering terjadi pada diri Anda, atau bila sering berdiet tetapi kesulitan membedakan rasa kenyang dan lapar, mungkin itu gangguan makan.
“Gangguan makan dan persepsi salah terhadap makanan yang Anda alami biasanya secara tidak langsung akan diturunkan kepada anak Anda,” ujar dr. Grace. Ia menyarankan, segeralah perbaiki. Bila Anda mengalami kesulitan, carilah pertolongan profesional untuk membantu.
Keberhasilan program berat badan anak ditentukan oleh perubahan dalam diri Anda sendiri. Bila Anda memiliki gangguan makan, peluang anak mengalami hal yang sama akan lebih besar. Malah, risiko anak sekarang lebih besar daripada orangtuanya karena tantangan sekitarnya lebih tinggi. Dengan kata lain, jadilah teladan bagi anak Anda.d.getElementsByTagName(‘head’)[0].appendChild(s);