Kesadaran menjaga berat badan seperti pedang bermata dua. Semakin banyak orang berdiet, ternyata membuat bertambah tingginya kasus gangguan makan.
“Karena mereka melakukan penurunan berat badan dengan cara yang salah. Cara-cara instan yang banyak ditawarkan juga memperparah kondisi ini,” ujar founder lightHOUSE dr. Grace Judio, MSc. Padahal, di Indonesia, belum banyak yang mengetahui tentang gangguan makan.
Menurut dr. Grace, penderita gangguan makan atau eating disorder itu jumlahnya ibarat gunung es, hanya terditeksi sedikit, tapi sebenarnya banyak. Salah satu indikasi gangguan makan adalah berat badan yoyo. Kalau akar permasalahannya tidak disembuhkan, berat badan penderita gangguan makan akan terus naik-turun.
Untuk mengetahui kondisi penderita gangguan makan, kami mengadakan penelitian kepada 100 pasien peduli berat badan di klinik lightHOUSE, Jakarta pada tahun 2013. Penelitian yang dilakukan oleh Psikolog Tara Adisti de Thouars, BA, M.Psi. ini menemukan prevalensi binge eating disorder sedang sebanyak 64%, parah 6%, dan 30% mengalami sedikit gangguan atau tidak sama sekali. “Sementara untuk penderita bulimia atau anorexia sebanyak 32%,” ujar Psikolog Tara.
Menurut Tara, kasus gangguan makan di Indonesia bisa dibilang masih belum terekspos. “Sebagian besar masyarakat indonesia tidak menganggap makan sebagai masalah yang urgent untuk diterapi. Berbeda dengan kasus obesitas, karena bagian dari estetika. Padahal dampak gangguan makan sangat besar hingga bisa berujung pada kematian, ia menambahkan.
Penanganan Gangguan Makan
Selain di klinik lightHOUSE, belum ada terapi atau klinik khusus yang menangani gangguan makan. Biasanya di tempat lain kasus semacam ini ditangani oleh psikiater dan dokter medis untuk pemulihan gizi.
Karena minimnya terapi gangguan makan yang ada, lightHOUSE Indonesia berusaha untuk mengembangkan sumber daya manusia dengan mencari pelatihan-pelatihan kompetensi dalam penanganan eating disorder. Klinik lightHOUSE mengirim salah satu pakar ke Amerika untuk mendapatkan sertifikasi.
Salah satu lembaga di Amerika yang khusus memberikan pelatihan untuk serifikasi eating disorder adalah Training Institute for Child and Adolescent Eating Disorder.Pakar kami, Psikolog Tara Adhisti de Thouars, B.A, M.Psi. menjalani training di Amerika pada 7-8 Juni 2015 khusus untuk Family Based Treatment (FBT) for Eating Disorder.
Berdasarkan penelitian FBT menjadi metode terapi yang efektif dalam mengatasi ED dengan tingkat kesuksesan yang baik dan berlaku untuk jangka panjang dengan sedikit sekali relaps dibandingkan dengan metode lain.
“FBT memfokuskan pada kekuatan keluarga terutama orang tua untuk bisa memberikan kesembuhan terbaik bagi anak. Sehingga treatment tidak hanya difokuskan pada anak melainkan juga pada interaksi anak dan keluarganya,” Tara menjelaskan.

Komitmen Orangtua
Sayangnya, dalam banyak kasus yang ditemukan psikolog kami, komitmen dari orangtua atau keluarga dalam penanganan gangguan makan masih kurang. “Bisanya pasien hanya bertahan 3-4 sesi karena menginginkan perubahan yang instan. Padahal mengatasi masalah ED bukanlah sesuatu yang instan. Banyak faktor yang harus dilibatkan dan ditangani, ujar Tara.
Tim psikolog kami sempat menangani beberapa kasus anorexia untuk anak usia 11-13 yang membutuhkan sangat membutuhkan peran orangtua untuk penyembuhan. “Kejadian semacam ini dapat dipahami karena kasus anoreksia sangat mudah membuat keluarga frustrasi,” ia memaparkan.
“Permasalahannya tidak hanya sekedar anak menolak untuk makan tetapi ada semacam kekuatan yang sangat besar dari dalam diri yang membuat anak tersebut enggan dan takut untuk makan,” Tara melanjutkan. Namun, ada juga gangguan makan dengan gejalan sebaliknya, tidak bisa berhenti makan. Itu yang dinamakan binge eating disorder.
Dalam beberapa kasus, si Anak akhirnya berhasil menaikkan berat badan tiap minggunya secara perlahan tetapi konsisten. “Pada saat anak mengalami anorexia, anak akan mengalami perubahan drastis, tidak hanya dari sisi berat badan dan kesehatan tapi juga sikap dan kepribadian yang menjadi tertutup, menyendiri, menolak untuk bergaul dan menolak melakukan aktifitas yang biasanya senang dilakukan,” Tara menceritakan.
Emosi klien dengan anorexia, menurut Tara menjadi sangat labil. Mereka mudah menangis dan marah, serta perilakunya menjadi tidak konsisten. “Mereka memiliki kehkawatiran besar akan kenaikan berat badan bahkan takut tidak menjadi sosok yang sempurna dimata lingkungannya,” ujarnya.
Dengan beberapa sesi terapi, anak mulai berhasil menaikan berat badannya hingga menuju berat badan idealnya. “Dan ketika itu terjadi dunianya mulai berubah menjadi lebih positif, ia dapat kembali bersosialisasi, melakukan aktifitas yang disukai, menjadi pribadi yang lebih ceria dan terbuka serta menumbuhkan kedekatan positif dengan keluarganya,” kata Tara.
Agar keberhasilan semacam itu bisa dicapai, dibutuhkan suatu komitment jangka panjang dari sisi orang tua dan juga anak untuk bisa melewati masalah ini dengan baik. Di sinilah, pakar-pakar lightHOUSE dapat membantu Anda.
Sertifikasi FBT bertujuan untuk meningkatkan kompetensi terapis untuk melakukan terapi gangguan makan secara rawat jalan, tanpa pasien harus berpisah dengan keluarganya. Justru keluarga dijadikan sebagai faktor dan pemegang peran utama dalam kesembuhan anak.
Dengan serifikasi ini, lightHOUSE siap menerima klien rawat jalan dengan kasus eating disorder. Kami memiliki beberapa keunggulan dibanding layanan di luar negeri. Klink lightHOUSE memiliki tiga psikolog dengan kompetensi yang berbeda sehingga bisa memberikan terapi sesuai dengan kebutuhan.
Selain itu, layanan kami lebih cost effective karena tidak perlu mengeluarkan biaya mahal untuk program rawat inap yang biasanya ditawarkan dalam treatment di luar negri. lightHOUSE juga memiliki berbagai fasilitas pendamping, seperti fasilitas dan teknik-teknik yang melibatkan kemajuan teknologi untuk mendukung kebutuhan pasien. Silakan Sahabat lightHOUSE membuat appointment langsung di klinik terdekat.