Sebagian besar orang dengan masalah perut buncit ternyata muncul karena gangguan kontrol diri. Ini artinya, akar persoalan dari kasus tersebut terletak di otak.
Bukan hanya di Indonesia, sejak abad pertengahan dan zaman Renaissance, perut buncit sering dipandang sebagai simbol kemakmuran. Itulah mengapa kemudian kasus obesitas cukup sering ditemukan di kalangan kelas atas. Namun, di zaman modern ini, bukan hanya kelas atas yang berperut buncit, mudahnya akses pada makanan membuat obesitas mulai menyerang golongan menengah hingga bawah. Sudah saatnya kita #MERDEKAdariBUNCIT
Dalam rangka perayaan Ulang Tahun ke-70 Republik Indonesia, lightHOUSE Indonesia mengajak sahabat lightHOUSE untuk #MERDEKAdariBUNCIT. Semangat melawan obesitas ini sudah dimiliki oleh pendiri klinik lightHOUSE, dr. Grace Judio, MSc.
Sebagai peraih gelar Master of Neuroscience & Behavior Science dari University of Tüebingen, Jerman, dr. Grace menemukan bahwa masalah obesitas bukan hanya di fisik tapi juga di otak. Ia pun kemudian gencar melakukan edukasi tentang perut buncit dengan pendekatan secara komprehensif agar dapat mengubah pola pikir dan meningkatkan kontrol diri seseorang dalam program penurunan berat badan yang dirancangnya.
“Jadi, perut buncit sebenarnya tak cukup hanya diatasi dengan suntik, obat, diet dan olahraga, tapi perilakunya juga harus diubah kan, karena akar persoalannya justru di otak,” dr. Grace menjelaskan.
Problemnya di Otak
Kesimpulan bahwa sebagian besar obesitas muncul karena problem otak, ia temukan saat mengawali karier di sebuah perusahaan farmasi. Saat itu, ia menjadi konsultan program penurunan berat badan.
“Waktu itu tanggung jawab saya bukan untuk menjual obat, tetapi lebih ke edukasi awam dan clinical trial yang melibatkan peserta, dokter dan ahli gizi. Uji coba tersebut di kota-kota besar di Indonesia yang melibatkan begitu banyak orang untuk mengamati akar penyebab orang mengalami obesitas,” ceritanya.
Dari berbagai uji coba yang dilakukannya itu, dr. Grace menemukan bahwa kebanyakan obesitas muncul karena probem di otak. Di situlah ia mendapat jawaban bahwa masalah kelebihan berat badan tidak bisa hanya dengan obat.
“Kalaupun diberi obat atau suntik tidak akan bertahan lama. Jadi, mindset (pola pikirnya) juga harus diubah yaitu lewat edukasi,” jelasnya.
Berbekal dari pengalaman dan pemahamannya tersebut, dr. Grace lantas tergerak untuk membuka praktik sendiri. Ia kemudian mendirikan klinik penurunan berat badan pada 2004, dengan menawarkan program terapi yang diformulasikannya sendiri yang disebut lightWEIGHT. Hanya saja waktu itu, treatment-nya belum sesempurna seperti saat ini yang tersedia di klinik yang didirikannya yaitu lightHOUSE Indonesia.
“Waktu awal berdiri, saya masih menangani pasien sendirian. Waktu itu treatment-nya nggak kasih obat. Saya hanya mengedukasi pasien supaya hidup sehat, bagaimana cara memilih makanan, proses mengolahnya, cara masaknya dan lain-lain. Namun lama-lama saya kombinasi dengan treatment lain seperti akupuntur, terapi balut dan obat dengan dosis rendah,” urainya.
Program lightWEIGHT
Program lightWEIGHT itu sendiri, tambah Grace, merupakan treatment comprehensive dengan panduan dari dokter, psikolog, ahli gizi, dan personal trainer yang diterapkannya setelah kliniknya mengalami banyak perkembangan.
Seiring dengan berjalannya waktu, treatment-nya itu memang mengalami banyak penyempurnaan hingga kini menjelma menjadi sebuah klinik besar dengan treatment yang dapat menangani masalah berat badan dan gangguan makan. Selain lightWEIGHT, ada juga lightSHAPE dan lightMEAL.
“Semua treatment ini dibuat dengan tujuan untuk menurunkan berat badan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pasien,” terangnya.
Nah, di klinik lightHOUSE, ada banyak fasilitas treatment yang secara komprehensif disediakan untuk program penurunan berat badan dan gangguan makan.
“Di sini pasien nggak hanya mau kurus lalu disuntik, tetapi di deteksi dulu agar ketahuan penyebabnya apa? Lalu di skrining untuk diketahui penanganan tepatnya seperti apa?” jelas dokter yang meraih Certificate in Weight Control & Obesity Management dari Human Nutrition Unit, University of Sydney, Australia.
Selain itu, lightHOUSE, lanjut dia, memberi program terstruktur dan edukasi kepada pasien seputar gaya hidup sehat agar bisa menjaga berat badannya.
“Jadi, pasien betul-betul diedukasi agar bisa mengontrol dan menjaga berat badannya dengan baik misalnya, pola makannya seperti apa, cara memilih makan, mengolah dan memasaknya seperti apa, bahkan resep makanan sehat pun kami sediakan,” urainya panjang lebar.
Berkat formulasinya inilah, dr. Grace mengaku, selama sepuluh tahun mendirikan klinik lightHOUSE, mengalami peningkatan keberhasilan dalam mengatasi masalah obesitas dan gangguan makan yang dialami pasiennya.
Menurut dr. Grace, pasien-pasien yang datang ke kliniknya memiliki kontrol diri yang lebih baik sehingga memudahkan mereka untuk mencapai penurunan berat badan seperti yang diharapkan.
“Kalau kontrol dirinya sudah baik, maka akan berimbas pada gaya hidupnya yang jauh lebih sehat. Kondisi ini, tentu saja akan berpengaruh pada berat badannya yang lebih baik dan bersifat jangka panjang, karena kontrol dirinya sudah baik,” ujarnya menutup perbincangan.
*Seperti dimuat di suara.com pada 29 September 2014 pk. 16:41 WIB