Dulu asumsi saya makan apapun yang saya inginkan adalah cara mencintai diri sendiri. Ternyata itu adalah kesalahan besar. Kebiasaan itu membuat saya makan tanpa kontrol dan mengakibatkan kelebihan berat badan. Saya kemudian memulai cara diet sehat dan berhasil.
Itulah sepenggal pengalaman Mega Edyawati (20) saat bergelut dengan masalah berat badan berlebih. Akhirnya, Mega berhasil menurunkan berat badan hingga 24 kilogram dalam waktu 12 minggu saja. Apa rahasianya? Sejak kecil berat badan Mega memang di atas rata-rata anak seusianya. Dia bahkan sering jadi bahan ledekan teman sebaya karena dianggap gemuk.
Sebenarnya, Mega sendiri tak menganggap gemuk sebagai hal negatif. Tapi, menurutnya, mengapa harus bertubuh gemuk jika dia bisa memiliki tubuh ideal. “Bukan hanya untuk penampilan, karena yang utama adalah untuk kesehatan. Ada pepatah mengatakan ‘hidup cuma sekali dan nikmatilah’,” ucap mahasiswa jurusan marketing komunikasi ini.
Bak terlahir jadi manusia baru, Mega berpikir untuk menikmati hidup dengan berbeda. Ia tak lagi menganggap kebahagiaan harus berasal dari pemenuhan nafsu makan. “Saya memutuskan untuk menikmati hidup dengan berusaha menjadi lebih sehat,” kata Mega. Meski demikian, hidup sehat ternyata tidak mudah. Awalnya, Mega melakukan diet bedasarkan tips diet dari internet. Beratnya memang sempat turun untuk kemudian kembali naik dalam kurun waktu sebentar. Ia mengakui saat itu belum memiliki cukup kontrol diri.
Baca juga: Relaksasi: Kunci Kontrol Diri Menghadapi Godaan Makanan
Hal tersebut diakui spesialis penurunan berat badan, dr. Grace Judio. Ia mengamati orang dengan kelebihan berat badan cenderung bermasalah dengan pola pikir mereka. “Kurang termotivasi dan orangnya bandel-bandel. Padahal mereka tahu rambu-rambunya agar berat badan turun,” kata dr. Grace yang juga merupakan pendiri Klinik lightHOUSE Indonesia ini.
Dari Doyan Jadi Jaga Makan
Bukan hanya Mega, karyawan swasta Irvan Prasetyo (35) juga pernah bermasalah dengan berat badan. Sebelum mengikuti program diet, berat Irvan mencapai 108 kilogram. Kini, beratnya susut menjadi 82 kilogram saja setelah menjalani cara menurunkan berat badan dengan diet sehat.
Padahal, Irvan termasuk “doyan” makan. Awal mengikuti program dia mengaku tak begitu yakin mampu bertahan dari godaan makanan. “Mau menu berat atau camilan pokoknya pemakan segala deh,” ucapnya. Namun motivasi Irvan lebih tinggi ketimbang nafsu makannya. Ia ingin memiliki tubuh bugar hingga anak-anaknya menikah. Ia pun berharap bisa menimang cucu dalam keadaan sehat.
Lagi-lagi, prosesnya tak gampang. Suka duka ia jalani selama melakukan program penurunan berat badan. “Dari mulai susah cari makanan sehat di Jakarta, diremehkan orang, ingin cheating kastangel favorit, sampai tengah malam mendadak craving nasi uduk Kebon Kacang,” tutur Irvan. Menurutnya, faktor penentu keberhasilan program diet adalah kontrol diri terhadap makanan dan pola hidup sehat. Hal ini tentu lahir karena motivasi tinggi.
“Saat awal (program diet) kontrol diri masih jelek enggak apa-apa, yang penting motivasi,” ucap dr. Grace. Ia menambahkan, pasien harus tahu apa yang dilakukan, harus mau meningkatkan kontrol diri, dan di-update pengetahuannya. Jika syarat tersebut tak terpenuhi, kemungkinan orang malah tergantung pada produk-produk pelangsing perut. Padahal, menurut dr. Grace, obat-obatan bukan segalanya dalam keberhasilan program diet.
Mau Berubah dan Konsisten
Tak mampu konsisten menjalani program diet sendiri, Mega dan Irvan mengikuti kompetisi penurunan berat badan yang dilakukan di bawah pengawasan medis dalam jangka waktu tiga bulan.
Selama melakukan program diet, Mega membuat bekal makanan sendiri ke kampus. Ia mengatur pola makan dan rutin berolahraga di bawah pengawasan dokter, ahli gizi, dan tim medis yang disediakan panitia. Mega diajarkan pula agar bijak “mendengarkan” kemauan tubuh. Menghargai tubuh dilakukan bukan lewat makanan saja. “Saya bukan hanya diajarkan tentang penurunan berat badan, tapi juga tentang kontrol diri,” kata Mega.
Sayuran dan makanan yang tadinya aku enggak suka sekarang justru aku suka banget. Sebaliknya, (makanan) yang dulu aku suka malah enek lihatnya.
Baca juga: Tips Diet: Salah Cara Mengolah, Konsumsi Sayur Malah Bikin Gemuk
Perubahan pola pikir juga dialami Irvan. Kebiasaan dan tingkah laku turut berubah. Ia rajin menyiapkan bekal setiap hari dan berolahraga kardio tiga kali seminggu di sela-sela waktu kerja. Junk food pun tak lagi dikonsumsi. “Sayuran dan makanan yang tadinya aku enggak suka sekarang justru aku suka banget. Sebaliknya, (makanan) yang dulu aku suka malah enek lihatnya,” tutur Irvan. Kebiasaan baru lain Irvan adalah jeli membaca label kemasan makanan untuk kebutuhan sehari-hari saat belanja. Makanan dan minuman kaleng pun keluar dari daftar belanjaan.
Memang, menurunkan berat badan, menurut dr. Grace, bukan bicara soal gizi saja, tapi juga jumlah kalori. Mengetahui jumlah kalori yang masuk ke tubuh sangat penting. Makanan olahan gula, tepung, dan minyak seperti mie, kue, kerupuk, atau roti harus dihindari pula. “Boleh melanggar tapi hanya untuk ’emergency’ atau hari spesial, misalnya hari raya atau ulang tahun. Kalau dia sudah bisa mengatur kalori per hari, enggak ada acara khusus juga boleh melanggar,” ucap dr. Grace.
Pendampingan Pakar Itu Penting
Penurunan berat badan, menurutnya, melibatkan pula psikologi orang tersebut. Banyak orang menderita eating disorder sehingga sulit memulai kebiasaan makan yang baik. “Nah, kalau hanya diet tapi eating disorder yang jadi akar permasalahan seperti lapar mata tidak disembuhkan, percuma. Dengan obat saja tidak selesai,” tutur dr. Grace.
Ketekunan Mega dan Irvan menjalani program penurunan berat badan di bawah pengawasan ahli medis klinik Lighthouse pun berbuah manis. Tak hanya mencapai berat ideal, mereka pun berhasil menjadi pemenang kompetisi “lightWEIGHT Challenge” 2016. Dalam kompetisi tersebut, peserta dengan masalah berat badan akan mengikuti program penurunan berat badan di klinik lightHOUSE selama tiga bulan. Mereka akan ditemani dokter, psikolog, perawat, ahli gizi, dan dokter spesialis olahraga saat menjalani program diet.
Nah, tertarik hidup sehat sekaligus jadi juara Lightweight Challenge selanjutnya? Nantikan LWC 2017 ya…